LARANGAN
PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Monopoli adalah penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang atau penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan yang dimaksud dengan
Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku
usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang
dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan
dapat merugikan kepentingan umum.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999
menyebutkan bahwa pemerintah membentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
yang betugas menilai apakah suatu perjanjian atau kegiatan usaha bertentangan
dengan UU No. 6 Tahun 1999. KPPU merupakan suatu lembaga independen
yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain
dan bertanggung jawab kepada Presiden (pasal 30 UU No. 5 Tahun
1999).
Dalam menilai apakah dalam suatu
merger telah terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU
berpedoman pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang
Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan
yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat menyatakan bahwa penilaian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”)
mengenai apakah suatu akusisi mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat dengan melakukan analisa sebagai berikut:
1. Konsentrasi
pasar artinya menilai apakah akuisisi dapat mengakibatkan terjadinya Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2. Hambatan
masuk pasar artinya mengidentifikasi hambatan masuk pasar (entry barrier) dalam
pasar yang bersangkutan. Apabila di pasar
eksistensi entry barrier rendah maka akuisisi cenderung tidak
menimbulkan dugaan praktik monopoli, namum dengan eksistensi hambatan masuk
pasar yang tinggi berpotensi menimbulkan dugaan praktik monopoli
3. Potensi
perilaku anti persaingan artinya penilaian jika akuisisi melahirkan satu pelaku
usaha yang relatif dominan terhadap pelaku usaha lainnya di pasar, memudahkan
pelaku usaha tersebut untuk menyalahgunakan posisi dominannya untuk mengambil
keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan dan mengakibatkan kerugian
konsumen..
4. Efisiensi
yaitu penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan untuk efisiensi
perusahaan. Dalam hal ini, perlu dilakukan perbandingan antara efisiensi yang
dihasilkan dengan dampak anti-persaingan yang dicapai dalam merger tersebut.
Jika nilai dampak anti-persaingan melampaui nilai efisiensi yang dihasilkan
akusisi, maka persaingan yang sehat akan lebih diutamakan dibanding mendorong
efisiensi bagi pelaku usaha.
5. Kepailitan
artinya yaitu penilaian jika akusisi dilakukan dengan alasan
menghindari terhentinya badan usaha tersebut beroperasi di pasar. Apabila badan
usaha tersebut keluar dari pasar dan menyebabkan kerugian konsumen lebih besar,
maka akusisi tersebut tidak berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat.
A.
MACAM-MACAM
LARANAGN MONOPOLI
1. Monopoli
Pelaku
usaha Pasal 17
Dilarang melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang akan mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Patut diduga
atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasanaran barang
dan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. Barang
dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya;
b. Mengakibatkan
pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan uasah barang dan atau
jasa yang sama;
Penjelasan : yang dimaksud dengan
pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang mempunyai kemampuan bersaing yang
signifikan dalam pasar bersangkutang.
c. Satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Monopsoni
Pelaku
usaha Pasal 18
Dilarang menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
persaingan. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Patut diduga dianggap menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:
a.
Apabila satu usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis baerang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan
Pasar
Pelaku
usaha Pasal 19
Dilarang melakukan satu atau
beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
berupa :
a.
Menolak dan atau menghalangi pelaku
usaha tertentu untuk melekukan kegiatan usaha yang sama pada pasar
bersangkutan;
Penjelasan : menolak atau
menghalangi pelaku usaha tertentu tidak boleh dilakukan dengan cara yang tidak
wajar atau dengan alasan non-ekonomi, misalnya karena perbedaan suku, ras,
status social, dan lain-lain.
b.
Menghalagi konsumen atau pelanggan
pelaku usaha persaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya itu.
c.
Membatasi perbedaan dan atau
penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan.
d.
Melakukan praktek monopoli terhadap
pelaku usaha tertentu.
Pelaku usaha Pasal 20
Dilarang
melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jaul rugi atau
menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau
mematikan usaha pesaingnya dipasar bersangkutan. Sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
Pelaku
usaha Pasal 21
Dilarang
melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang
menjadi bagian komponen harga barang dan atau jasa yang mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan : kecurangan dalam
menerapakan biaya produksi dan biaya lainnya adalah pelanggran terhadap
peraturan perundang-undanagan yang berlaku untuk memperoleh biaya faktor-faktor
produksi yang lebih rendah dari seharusnya.
4. Persekongkolan
Pelaku usaha Pasal 22
Dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang
tender sehinngga dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat. Penjelasan
: tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan untuk
mengadakan barang-barang atau menyediakan jasa.
Pelaku usaha Pasal 23
Dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha
persaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehinngga dapat
mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat.
Pelaku usaha Pasal 24
Dilarang
bersekongkol dengan pihak lain untuk menghmbat produksi adan atau pemasaran
barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau
jasa yang ditawarkan atau dipasok dipasar bersangkurtan menjadi berkurang baik
dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
B.
PENGERTIAN KPPU
Sesuai dengan ketentuan UU 5/1999,
KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah serta pihak lain. KPPU bertanggung jawab kepada presiden dan anggota
komisi ini diangkat dan diberhenkan oleh Presiden atas persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dari orang-orang yang memiliki pengalaman dalam bidang
usaha atau mempunyai pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan/atau ekonomi.
Pembentukan KPPU serta organisasinya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Oleh
sebab itu, dak diragukan lagi bahwa secara formal maka komisi ini memiliki
posisi yang independen dan cukup untuk bebas melaksanakan kewenangan-kewenangan
yang diberikan kepadanya.
C.
PENEGAKAN
HUKUM dan PERSAINAGAN DI INDONESIA
Hukum persaingan merupakan salah
satu perangkat hukum penting dalam ekonomi pasar (market economy). Melalui
hukum persaingan usaha, pemerintah berupaya melindungi persaingan yang sehat
antar pelaku usaha di dalam pasar. Khemani (1998) menjelaskan bahwa persaingan
yang sehat akan memaksa pelaku usaha menjadi lebih efisien dan menawarkan lebih
banyak pilihan produk barang dan jasa dengan harga yang lebih murah.
Di Amerika Serikat, kedudukan hukum
persaingan (Antitrust Law) diibaratkan seperti Magna Carta bagi kebebasan
berusaha. Dimana kebebasan ekonomi dan sistem kebebasan berusaha itu sama
pentingnya dengan Bill of Rights yang melindungi Hak Asasi Manusia di Amerika
Serikat. Gellhorn dan Kovacic juga menegaskan bahwa hukum ini dapat berfungsi
sebagai alat untuk mengontrol penyalahgunaan kekuatan ekonomi dengan mencegah
terjadinya praktek monopoli, menghukum kartel, dan juga melindungi persaingan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, AM. Tri. “Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tisak Sehat, Perse Illegal atau Rule
Of Reason”. Cet I . Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2003.
Deswin Nur, 2008, edisi 11, KPPU dan Pengembangan Kebijakan
Persaingan di ASEAN, Majalah Jurnal Kompetisi, KPPU Republik Indonesia, hlm. 16
Puspa,
Ningrum Galuh. 2013. Hukum Persaingan Usaha. Yoqyakarta. Aswaja Pressindo.
Rai mantili. 2016, problematika penegakan hukum
persaingan usaha di Indonesia dalam rangka menciptakan kepastian hokum. Jurnal
volume 3 nomor 1 tahun 2016 [ISSN2460-1543][e-ISSN2442-83.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar