Konsep Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Pelaku
Usaha
Menurut Pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa “pelaku usaha adalah setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hokum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
2. Pengertian Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumer
(Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian tersebut
secara harfiah diartikan sebagai ”orang atau perusahaan yang membeli barang
tertentu atau menggunakan jasa tertentu ” atau ”sesuatu atau seseorang yang
menggunakan suatu persediaan atau sejumlah barang”. Amerika Serikat
mengemukakan pengertian ”konsumen” yang berasal dari consumer berarti ”pemakai”,
namun dapat juga diartikan lebih luas lagi sebagai ”korban pemakaian produk
yang cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan
korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula oleh
korban yang bukan pemakai
3.
Azas Perlindungan
Konsumen
Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
asas perlindungan konsumen adalah diselenggarakan sebagai usahs bersama 5
(lima) asas yang relevan dalam pembagunan nasional, yaitu:
1.
Asas manfaat yaitu mengamanatkan bahwa segala
upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
2.
Keadilan yaitu agar partisipasi seluruh rakyat
dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan
pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.
Keseimbangan yaitu untuk memberikan
keseimbangan antra kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil dan spiritual.
4.
Keamanan dan keselamatan konsumen yaitu untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5.
Kepastian hukum yaitu agar pelaku usaha mampu
konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakn
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Dari kelima asas yang disebutkan dalam pasal
tersebut, bila diperhatikan substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian
asas yaitu:
1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas
keamanan dan keselamatan konsumen.
2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas
keseimbangan.
3. Asas kepastian hukum.
4. Tujuan Perlindungan
Konsumen
Tujuan perlindungan konsumen juga diatur dalam
pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan
cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam
memilih, menentukan dan menunntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan system perlindungan konsumen yang
mengandung unsure kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumsen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan dan keselamatan konsumen.
5.
Hak dan Kewajiban
Konsumen
Menurut Janus Sidabalok dalam bukunya
"Hukum Perlingdungan Konsumen di Indonesia" menyebutkan ada tiga
macam hak konsumen, meliputi :
a. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang
diperoleh sejak lahir. Seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernafas. Hak
tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh negara bahkan negara wajib menjamin
pemenuhannya.
b. Hak ang lahir dari hukum, merupakan hak yang
diberikan oleh negara kepada rakyatnya. Hal tersebut disebut hak hukum.
c. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak
tersebut berdasarkan pada perjanjian atau kontrak antara orang yang satu dengan
orang yang lain. Contohnya : pada peristiwa jual beli. Hak seorang pembeli
adalah menerima barang, sementara hak seorang penjual adalah menerima uang.
Adapun hak konsumen yang diatur dalam Pasal 4
UUPK, yakni :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Tujuan konsumen dalam mengkonsumsi barang
adalah untuk mendapatkan manfaat dari barang tersebut. Serta perolehan manfaat
pada barang tidak mengancam keselamatan dan harus menjamin kenyamanan dan
kemanan konsumen.
b. Hak untuk memilih barang dan mendapatkan baang
sesuai dengan nilai tukar serta maupun jaminan yag dijanjikan. Maka dari itu,
konsumen haarus diberi kebebasan dalam memilih barang yang akan di konsumsi.
Kebebasan dalam memilih barang menunjukkan tidak ada unsru paksaan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai kondisi serta jaminan barang. Tindakan sebelum konsumen memilih
barang, tentunya telebih dahulu mendapatkan informasi yang jelas akan barang
yang akan di konsumsi. Karena informasi tersebut menjadi landasan konsumen
dalam memilih barang.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam
mengkonsumsi suatu barang. Hal tersebut menunjukkan ada suatu kelemahan
pada barang diproduksi atau disediakan oleh pelaku usaha.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pelaku usaha tentu sangat
memahami mengenai barang. Sedangkan di sisi lain, konsumen sama sekali tidak
memahami apa saja proses yang dilakukan oleh pelaku usaha guna menyediakan
barang yang dikonsumsi. Sehingga posisi konsumen lebih lemah dibanding
pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa yang patut bagi konsumen.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen. Pada umumnya
posisi konsumen lebih lemah dibanding posisi pelaku usaha. Untuk itu pelaku
usaha harus memberikan pembinaan dan pendidikan yang baik dan benar kepada
konsumen. Pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai bagaimana cara
mengkonsumsi yang bermanfaat bagi konsumen, bukannya berupaya untuk
mengeksploitasi konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama.
Pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya,
tanpa memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan, maupun status
sosial.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
atau penggantian, apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya. Inilah
inti dari hukum perlindungan konsumen. tujuan dari pemberian kompensasi, ganti
rugi, atau penggantian adalah untuk mengembalikan keadaan konsumen ke
keadaan semula, seolah-olah peristiwa yang merugikan konsumen itu tidak
terjadi.
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan lainnya. Hak
konsumen sebenarnya sangat banyak dan bisa terus bertambah. Adanya ketentuan
ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak konsumen yang
tidak diatur pada ketentuan diatas.
Kewajiban-kewajiban konsumen yang diatur dalam
Pasal 5 UU PK adalah:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali
konsumen tidak memperoleh manfaat yang maksimal, atau bahkan dirugikan dari
mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut
terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku usaha.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi
pembelian barang dan/atau jasa Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik
dalam bertransaksi atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan
khalayak umum, dan secara tidak langsung konsumen telah merampas hak-hak orang
lain.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
disepakati. Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut. Seperti
yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah
dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Hak dan Kewajiban
Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal
6 UUPK sebagai berikut :
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai
dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari
tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya
di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila
terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha menurut
ketentuan Pasal 7 UUPK meliputi :
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk
menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
7. Perbuatan yang
dilarang Oleh Pelaku Usaha
Sesuai Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, secara khusus mengatur mengenai perbuatan hukum yang
dilarang bagi pelaku usaha,seperti larangan dalam memproduksi atau
memperdagangkan, larangan dalam menawarkan, larangan-larangan dalam penjualan
secara obral/ lelang, dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan.
1. Larangan dalam memproduksi/ memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau
memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar
yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan,
dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai denga kondisi, jaminan,
keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang
atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam
label;
f. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara
halal;
g. Tidak memasang label atau membuat penjelasan
barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan
farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada
ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.
8. Tanggung Jawab Pelaku
Usaha
Tanggung jawab pelaku usaha tercantum dalam
Pasal 19 UUPK 8/1999, yaitu:
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang
sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana
berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa
kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Diskusi:
1. Rasita Risky A
160321100033
“Bagaimana yang dimaksud dengan romosi/
penawaran yang benar?”
Jawab: penawaran produk yang berbahaya dan
mengandung unsur plagiasi.
2. Qutsiati Utami
160321100028
“ Aapakah perlindungan konsumen juga berlaku
bagi konsumen yang melakukan transaksi online?”
Jawab: Perlindungan konsumen juga berlaku untuk
pasar online. Hal ini juga diatur dalam UU Nomor 8 Th 1999 ttg perlindungan
konsumen dan Peraturan Pemerintah Nmr 82 th 2012 ttg penyelenggaraan sistem dan
transaksi elektronik.”
3. Suci Angriva
160321100043
“ Apakah konsumen tidak mendapat perlindungan
atas kerugian yang ditanggung dalam pengiriman barang dari produsen?”
Jawab: Kejadian yang demikian tidak termasuk
dalam perlindungan konsumen. (Safira W 36) Termasuk perlindungan konsumen,
sesuai pasal 4, bahwa pelaku usaha harus bertanggungjawab atas kegiatan usaha.
(Ahmad Wildan F 57) konsumenberhak mendapat nilai tukar yang sama dengan
transaksi. (Zainal H) Konsumen harus dilindungi sesuai dengan peraturan yang
ditetapkan.
4. Rofif Insan S
“ Jelaskan lebih rinci atas perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha!”
Jawab:
1. Larangan dalam
memproduksi/ memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau
memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
a) Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Tidak sesuai dengan berat isi bersih atau
neto;
c) Tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d) Tidak sesuai denga kondisi, jaminan,
keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang
atau jasa tersebut;
e) Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan
dalam label;
f) Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara
halal;
g) Tidak memasang label atau membuat penjelasan
barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto.
2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan
sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan
atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada
ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.
5. Nurie Agustina A 160321100065
“ Bagaimana sanksi bagi pelaku usaha yang
menjual produk kadaluarsa?”
Jawab: pasal 62 ayat 1, hukuman pidana maksimal
2 tahun dan denda.
6. Syafafotul Q B
160321100053
“ Sanksi apa yang tepat bagi pelaku usaha yang
menual produk tidak sesuai dengan apa yang ditawarkan pada konsumen?”
Jawab: pengembalian barang yang tidak sesuai,
baik dari produsen maupun ritel.
7. Yusli 160321100017
“ Bagaimana tindakan atas pelelangan barang
sitaan? Padahal telah diatur bahwa pelaku usaha dilarang untuk melakukan
pelelangan.”
Jawab: yang dimaksud dalam pasal adalah
mengobral produk yang dikatakan berkualitas, namun kenyataannya tidak emikian.
(Vika Ayu) hal tersebut tidak termasuk dalam kegiatan usaha.
Daftar Pustaka
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum
Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Az. Nasution, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen
Suatu Pengantar, Daya Widya, Jakarta. Janus Sidabalok. Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 3
Janus Sidabalok. 2006. Hukum Perlindungan
Konsumen di Indonesia. Cetakan ke-1. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung
Lastini. 2016. Perbuatan yang Dilarang
Bagi Pelaku Usaha Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Lex Privatum, Vol. IV/No. 6.
Munir Fuady. 2008. Pengantar Hukum
Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi suatu
Pengantar. Jakarta: P.T.Raja Grafindo
Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan
Konsumen. Rajawali. Jakarta, h. 54.